Ini sama sekali bukan cerita yang saya alami, saya hanya benar-benar belajar mensyukuri hidup setelah saya melihat kejadian ini di televisi. Saya berharap semua pembaca juga bisa belajar.
Kira-kira dua hari yang lalu, saya memang selalu stay tune di channel Trans 7 hampir setiap hari. Nah, sekitar pukul 17.30, acara Orang Pinggiran dimulai, dan ceritanya benar-benar mengiris hati.
Alkisah, seorang bapak sekitar umur 30-40 an yang tuna netra bermatapencaharian sebagai buruh penyadap getah pinus. Saya lupa siapa nama beliau. Ah, apalah arti sebuah nama, namun perjuangan hidupnyalah yang menginspirasi.
Beliau telah buta kedua matanya sejak usia 7 tahun kalau tidak salah. Kala itu, beliau mengalami demam luar biasa, namun orang tuanya yang kurang mampu tidak bisa membawanya berobat. Sehingga penyakit tersebut semakin parah dan mengalami kebutaan. Kedua orang tuanya mengaku sangat menyesal saat itu, namun apa yang beliau katakan sungguh megiris hati, betapa kuatnya pria ini.
"Alhamdulillah Allah masih sayang sama saya, saya masih diberikan hidup meski tidak bisa melihat lagi."
Astaghfirullah, saya benar-benar merasa kotor saat mendengar ini. Selama ini saya sering sekali mengutuk dan mengeluhkan kehidupan saya. Sedangkan beliau? Baginya, kehidupan adalah anugerah terindah dari Allah.
Setiap hari beliau pergi menyadap getah pinus di hutan yang tak jauh dari rumahnya SENDIRIAN dengan mengandalkan ingatannya akan jalan menuju hutan. Penghasilannya dari pekerjaan ini pastilah tidak mampu mencukupi kebutuhannya, kedua orang tua, anaknya serta kedua keponakannya. Walaupun sudah bercerai dengan istrinya, beliau masih tetap memberikan nafkah untuk anaknya. Selain itu, kedua keponakannya yang sudah yatim juga menjadi tanggungannya karena ibu mereka yang sedang jadi TKW di rantau. Sehingga, beliau juga membuka reparasi alat-alat elektronik. Entah dari mana beliau belajar tentang elektronika, namun beliau bisa memperbaiki alat-alat seperti radio.
"Ya, kadang ada yang ngasih 50, ya terserah aja yang ngasih, saya gak mematok, ada juga yang ga bayar, ya nggak apa-apa saya niatnya membantu. Seikhlasnya aja."
Subhanallah, bahkan di penghasilannya yang tidak mencukupi pun beliau masih rela tidak dibayar dan mengikhlaskan semuanya. Bagaimana dengan kita? Apa kita rela pekerjaan kita tidak dihargai dengan uang? Marilah kita bersama-sama introspeksi diri..
Dari acara ini saya belajar bahwa anugerah terindah bukanlah harta atau paras rupawan, tapi anugerah terindah adalah KEHIDUPAN, bahwa uang bukanlah segalanya, banyak orang di luar sana yang hidup serba kekurangan namun tetap bisa bertahan hidup dengan bahagia tanpa ada beban, atau frustrasi karena KEBAHAGIAAN TIDAK BISA DIBELI DENGAN UANG, dan hidup akan tenang karena ada KEIKHLASAN.
Alhamdulillah, saya memperoleh banyak pelajaran dari sini. Semoga anda juga, wassalam :)
Kira-kira dua hari yang lalu, saya memang selalu stay tune di channel Trans 7 hampir setiap hari. Nah, sekitar pukul 17.30, acara Orang Pinggiran dimulai, dan ceritanya benar-benar mengiris hati.
Alkisah, seorang bapak sekitar umur 30-40 an yang tuna netra bermatapencaharian sebagai buruh penyadap getah pinus. Saya lupa siapa nama beliau. Ah, apalah arti sebuah nama, namun perjuangan hidupnyalah yang menginspirasi.
Beliau telah buta kedua matanya sejak usia 7 tahun kalau tidak salah. Kala itu, beliau mengalami demam luar biasa, namun orang tuanya yang kurang mampu tidak bisa membawanya berobat. Sehingga penyakit tersebut semakin parah dan mengalami kebutaan. Kedua orang tuanya mengaku sangat menyesal saat itu, namun apa yang beliau katakan sungguh megiris hati, betapa kuatnya pria ini.
"Alhamdulillah Allah masih sayang sama saya, saya masih diberikan hidup meski tidak bisa melihat lagi."
Astaghfirullah, saya benar-benar merasa kotor saat mendengar ini. Selama ini saya sering sekali mengutuk dan mengeluhkan kehidupan saya. Sedangkan beliau? Baginya, kehidupan adalah anugerah terindah dari Allah.
Setiap hari beliau pergi menyadap getah pinus di hutan yang tak jauh dari rumahnya SENDIRIAN dengan mengandalkan ingatannya akan jalan menuju hutan. Penghasilannya dari pekerjaan ini pastilah tidak mampu mencukupi kebutuhannya, kedua orang tua, anaknya serta kedua keponakannya. Walaupun sudah bercerai dengan istrinya, beliau masih tetap memberikan nafkah untuk anaknya. Selain itu, kedua keponakannya yang sudah yatim juga menjadi tanggungannya karena ibu mereka yang sedang jadi TKW di rantau. Sehingga, beliau juga membuka reparasi alat-alat elektronik. Entah dari mana beliau belajar tentang elektronika, namun beliau bisa memperbaiki alat-alat seperti radio.
"Ya, kadang ada yang ngasih 50, ya terserah aja yang ngasih, saya gak mematok, ada juga yang ga bayar, ya nggak apa-apa saya niatnya membantu. Seikhlasnya aja."
Subhanallah, bahkan di penghasilannya yang tidak mencukupi pun beliau masih rela tidak dibayar dan mengikhlaskan semuanya. Bagaimana dengan kita? Apa kita rela pekerjaan kita tidak dihargai dengan uang? Marilah kita bersama-sama introspeksi diri..
Dari acara ini saya belajar bahwa anugerah terindah bukanlah harta atau paras rupawan, tapi anugerah terindah adalah KEHIDUPAN, bahwa uang bukanlah segalanya, banyak orang di luar sana yang hidup serba kekurangan namun tetap bisa bertahan hidup dengan bahagia tanpa ada beban, atau frustrasi karena KEBAHAGIAAN TIDAK BISA DIBELI DENGAN UANG, dan hidup akan tenang karena ada KEIKHLASAN.
Alhamdulillah, saya memperoleh banyak pelajaran dari sini. Semoga anda juga, wassalam :)
Komentar
Posting Komentar